Advertisement

Responsive Advertisement

Mengungkap Makna Simbolik Aksi Bersih-Bersih Sungai Citarum oleh Kang Dedi Mulyadi

Gubernur Dedi Mulyadi (sumber : youtube/Kang Dedi Mulyadi Channel)


Beberapa hari terakhir, aksi Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), yang turun langsung membersihkan sampah di Sungai Citarum menjadi sorotan publik. Media sosial pun ramai membahas tindakannya ini, memicu berbagai opini dan diskusi. Tak hanya sekadar aksi bersih-bersih, tindakan ini membawa pesan yang jauh lebih dalam.

Banyak aspek yang diangkat dalam perbincangan ini, mulai dari kebiasaan masyarakat yang masih kurang peduli terhadap lingkungan hingga minimnya perhatian pemimpin sebelumnya terhadap kelestarian alam. Tak sedikit pula yang mengulas Sungai Citarum sebagai bagian dari peradaban Sunda, sebuah jalur penghubung yang telah menghidupi masyarakat sejak lama.

Bagi Kang Dedi Mulyadi, isu konservasi lingkungan, pengelolaan sampah, dan keberlanjutan sungai merupakan bagian dari visi besar yang tengah ia rancang untuk lima tahun ke depan. Baginya, tak ada toleransi bagi mereka yang merusak ekosistem alam, baik individu maupun korporasi. Ia bertekad menindak tegas pelaku eksploitasi lingkungan sekaligus memberikan penghargaan kepada mereka yang berkontribusi dalam pelestarian alam.

Kerusakan lingkungan yang terus berlangsung telah membawa dampak serius, termasuk bencana alam yang semakin sering terjadi di berbagai wilayah Jawa Barat. Lebih dari sekadar bencana fisik, kehancuran lingkungan juga memicu bencana sosial seperti kemiskinan dan penyakit.

Sebagai gambaran, Somalia—sebuah negara yang memiliki garis pantai terpanjang di Afrika—seharusnya dapat makmur dengan hasil lautnya. Namun, perairan mereka telah tercemar oleh limbah beracun dan nuklir yang dibuang secara sembarangan. Akibatnya, potensi besar yang dimiliki pun sia-sia. Dalam kondisi sulit, banyak nelayan beralih menjadi perompak demi bertahan hidup. Keadaan ini menjadi pengingat bahwa tanpa ekosistem yang sehat, masyarakat akan kehilangan sumber daya dan kesejahteraan.

Sungai Citarum dan Simbol Kepemimpinan

Aksi bersih-bersih Sungai Citarum bukan hanya sekadar upaya fisik untuk membersihkan sampah. Lebih dari itu, tindakan ini sarat akan simbolisme. Kang Dedi Mulyadi ingin menyampaikan bahwa yang ia bersihkan bukan sekadar sungai, tetapi juga ‘sampah-sampah’ yang dapat mencemari kepemimpinannya. Ini adalah langkah awal dalam membangun pemerintahan yang bersih, transparan, dan berpihak pada rakyat.

Dalam konteks kepemimpinan di Jawa Barat, Kang Dedi ingin menegaskan bahwa kini dialah pemimpin yang sah. Dengan kepemimpinan yang berlandaskan kepercayaan rakyat, ia berkomitmen untuk membawa perubahan nyata bagi hampir 50 juta warga Jawa Barat.

Dukungan masyarakat terhadapnya pun tak main-main. Dalam Pilkada sebelumnya, Kang Dedi memperoleh suara mutlak sebesar 14,13 juta suara, unggul di 27 kabupaten dan kota. Selain itu, ia juga mendapat dukungan dari 14 partai politik dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), termasuk lima partai besar di DPRD Jawa Barat, yaitu Gerindra, Demokrat, Golkar, PAN, dan PSI.

Kepemimpinan yang Mengayomi

Dengan legitimasi kuat yang dimilikinya, Kang Dedi mengusung kepemimpinan yang bersifat mengayomi. Ia ingin menjadi pemimpin yang peduli, melayani, dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Namun, ini bukan berarti ia akan membiarkan eksploitasi dan ketidakadilan merajalela. Kepemimpinannya akan tegas terhadap siapa pun yang ingin merusak atau mengambil keuntungan pribadi dari kekayaan Jawa Barat.

Lebih dari sekadar memimpin, Kang Dedi bertekad mencetak ‘raja-raja’ baru—generasi pemimpin yang mampu mengelola kekayaan daerah secara adil dan memastikan bahwa masyarakat tetap menjadi tuan di tanahnya sendiri. Kepemimpinan yang ia bangun bukan hanya tentang berkuasa, tetapi juga menciptakan solusi nyata bagi masyarakat.

Sama seperti Sungai Citarum yang menjadi sumber kehidupan bagi banyak orang, seorang pemimpin sejati harus mampu menjadi sumber harapan bagi rakyatnya. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Ir. Soekarno: "Janganlah kita lupakan demi tujuan kita, bahwa para pemimpin berasal dari rakyat, dan bukan berada atas rakyat."

Posting Komentar

0 Komentar